Minggu, 14 November 2010

Dua Perusahaan Dilapor ke Polisi

Mon, Nov 15th 2010, 10:05
* Buka Kebun Sawit di Kawasan Ekosistem Leuser

KUALA SIMPANG - Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) Aceh melapor dua perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Sumatera Jaya Lestari dan PT Bukit Safa ke Polres Aceh Tamiang karena diduga telah membuka kebun kelapa sawit dalam Kawasan Ekositem Leuser (KEL).

Staf bagian penegakan hukum BPKEL Aceh, Bagus Irawan kepada Serambi, Minggu (14/11) mengatakan, pihaknya sudah melaporkan dua perkebunan yang diduga melakukan pendudukan kawasan hutan negara dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Aceh Tamiang ke Polres setempat, Sabtu (13/11).

“PT Sumatera Jaya Lestari dilaporkan dengan Laporan Pengaduan No. TBL/187/XI/2010, sedangkan PT Bukit Safa dengan No. TBL/XI/2010,” sebut Bagus Irawan.

Kapolres Aceh Tamiang AKBP Drs Armia Fahmi yang ditanyai Serambi, Minggu (14/11) membenarkan telah menerima laporan pengaduan BPKEL terkait pendudukan KEL oleh dua perusahaan perkebunan kelapa sawit. “Kita lakukan penyelidikan, jika terbukti statusnya kita tingkatkan,” ujar Kapolres.

Bagus Irawan menjelaskan, PT Sumatera Jaya Lestari menduduki lahan seluas ± 300 hektare (ha) dan PT Bukit Safa seluas ± 100 ha. Kedua lahan telah ditanami pohon kelapa sawit.

BPKEL mempidanakan kedua perusahaan yang berkedudukan di Medan ini, setelah keduanya dianggap tidak kooperatif untuk menyelesaikan perkebunan mereka yang berada dalam kawasan hutan negara sampai batas waktu yang telah ditentukan.

“Penyelesiaan di luar hukum terhadap kedua perusahaan ini praktis tertutup namun setelah dilaporkan ke Polisi, menjadi wewenang kepolisian untuk menindaklanjuti perkara ini,” tambahnya.

Menurut Bagus, PT Sumatera Jaya Lestari menduduki kawasan hutan negara tanpa ada izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan dan dipastikan tanpa Hak Guna Usaha (HGU). “Ini artinya perusahan tersebut tanpa izin apapun,” ujarnya.

Sedangkan PT Bukit Safa memiliki HGU, tetapi melakukan perluasan lahan ke dalam kawasan hutan negara dalam KEL sehingga luas lahannya melebihi dari HGU yang diberikan.

Menurut Bagus, perusahaan pelaku pendudukan kawasam hutan negara dapat dijerat dengan UU 41 Tahun 1999 tentang kehutanan pasal 50 ayat 3 dengan ancaman pidana kurungan paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar, sesuai pasal 78 ayat 2.

“Selain itu, karena pelaku adalah badan hukum maka hukuman akan ditambah 1/3 dari vonis hakim, sesuai dengan pasal 78 ayat 14. Perusahaan juga dijerat dengan Pasal 80 dengan kewajiban membayar ganti rugi sesuai tingkat kerusakan untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi hutan atau tindakan lain yang diperlukan,” imbuhnya.

Pelaku lainnya menyusul
Selain dua perusahaan tersebut, enam pelaku perambahan dan pendudukan kawasan hutan negara lainnya di Aceh Tamiang, juga segera dilaporkan ke kepolisian bila mereka tetap berkeras menggarap dan menduduki kawasan hutan negara.

Mereka yang diduga melakukan pendudukan kawasan hutan ini adalah Koptan Makmur (± 100 ha), Koptan Harian Hijau Perkasa (± 200 ha), Kursaidah (± 150 ha), Amir (± 40 ha), Silaban (± 65 ha), dan Afrianus (± 50 ha).

Dalam waktu dekat BPKEL juga akan menuntaskan kasus perusahaan HGU yang diduga melakukan ekspansi lahan ke dalam hutan lindung dalam KEL. Perusahaan ini adalah PT NW, PT DN, PT TR dan PT SKP.

“Kami masih menunggu verifikasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Aceh mengenai beberapa lokasi yang kami duga berada diluar HGU perusahaan tersebut,” sebut Bagus.(md)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar